Artikel:
Tempe yang merupakan makanan asli
Indonesia, ternyata patennya dimiliki negara lain. Antara lain, Amerika Serikat
telah memiliki 35 hak paten yang berhubungan dengan tempe, kemudian Jepang
memiliki 5 buah hak paten, sedangkan Indonesia sendiri hanya memiliki 2 buah
hak paten yang berhubungan dengan tempe. Itu pun baru tahap pendaftaran belum
memiliki nomor paten. Hal tersebut disampaikan oleh Tien R. Muchtadi, guru
besar Teknik Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor dalam seminar “Masa
Depan Industri Tempe Menghadapi Millenium Ketiga” di gedung BPPT, Senin (14/2).
Bahkan kemungkinan makanan mendoan atau tempe yang diberi tepung dan digoreng
yang suka berada di pinggir jalan pun sudah dipatenkan oleh negara Paman Sam.
“Dalam salah satu paten disebutkan tempe yang dicelup dengan tepung lalu
digoreng. Saya takut, itu mendoan atau gorengan tempe yang dijual di pinggir
jalan. Kalau itu benar, bisa-bisa kalau sudah perjanjian perdagangan bebas,
para tukang gorengan harus bayar, dan itu mahal".
Melonjaknya harga kedelai kembali membuat
geger negeri agraris. Dipicu oleh menurunnya nilai tukar rupiah atas Dolar,
harga kedelai impor tak mampu lagi dijangkau oleh perajin tahu dan tempe. Membebaskan tarif impor pangan dan
bahan baku pangan bagi negara agraris adalah lonceng kematian bahwa Indonesia
telah masuk dalam jebakan pangan, food trap. Anehnya bagai seekor
keledai yang selalu jatuh di lubang yang sama, berulang kali kita masuk jebakan
pangan. bagaimana kondisi di sentra produksi kedelai utama dunia dan perdebatan
utama soal distribusi kedelai di tingkat global. Misalnya mengapa petani
kedelai Indonesia tidak mampu bersaing dengan petani Amerika Serikat atau
Argentina? Bukankah di Amerika Serikat upah petani sangat mahal dan harus
dibayar pakai Dolar. Ditambah biaya traktor dan mesin, juga pengapalan antar
benua harusnya kedelai Amerika harusnya berlipat kali lebih mahal dibanding
kedelai lokal. Tapi nyatanya harga per kilo kedelai impor lebih rendah dari
kedelai lokal.
Geopolitik pangan global adalah medan
perang pangan. Kunci memenanginya bukan dengan cara kompetisi untuk ekspansi
pasar misalnya dengan mengundang investor besar masuk. Food war hanya
bisa kita menangi apabila petani kita berdaulat.
Menurut
Pendapat Saya:
Jika hal ini terjadi , maka kemungkinan besar sistem
pembuatan dan pemasaran tempe di Indonesia akan mengalami hambatan yang cukup
besar dan tentu saja akan memperlambat sistem perekonomian di Indonesia. Sikap
Pemerintah ialah harus lebih gesit bertindak dan peka terhadap persoalan HAKI.
Yang mengherankan, mengapa Pemerintah sepertinya tak bergeming, bahkan terkesan
lambat. Pemerintah tidak pernah belajar dari kasus yang sama soal kedelai.
Justru yang membuat produksi kedelai dalam negeri hancur adalah karena
diberlakukannya bea masuk impor kedelai 0 persen.
Alasan-alasan mengapa petani kedelai di Indonesia kalah
saing dengan petani kedelai di Amerika yaitu :
1. Luas
lahan kedelai di AS saat ini tidak kurang dari 26 juta Hektar atau seluas dua
kali lebih total lahan sawah di Indonesia.
2. Kedelai
memiliki kecocokan untuk tumbuh di daerah seperti Amerika dengan suhu antara
20-30 derajat Celcius. Varietas di Iowa AS pada golongan 3. Sedangkan varietas
di Indonesia golongan 9. Kondisi agroklimat dan varietas ini yang membuat
produktifitas kedelai di AS 2,5-3 Ton/ Ha. Sedangkan produktivitas kita 1,5-2
Ton.
3. Produksi
kedelai di AS yang berlimpah membuat mereka harus memaksa negara lain untuk
menyerapnya melalui liberalisasi perdagangan pangan. Di AS sendiri, kondisi ini
tercipta setelah proses panjang sejarah pertanian yang kelebihan produksi sejak
habis perang dunia kedua.
Solusi dari alasan di atas adalah Produksi kedelai
dalam negeri perlu diperluasdan mendorong untuk merotasi tanaman pangan lain
dengan kedelai, serta mengimport kedelai jangan hanya mengeksport dari negara
lain. Agar untuk mengkompensasi kekurangan agroklimat.Harusnya sebagai negara
agraris besar Indonesia bisa menginisiasi untuk menggandeng negara-negara
berkembang lain membangun perdagangan alternatif yang berkadilan untuk pangan
dan pertanian di tingkat dunia.
Syarat agar petani di Indonesia berdaulat adalah menyediakan
lahan untuk petani, mematok harga yang mensejahterakan, berproduksi dengan
pangan yang menyehatkan.Tempe berbahan kedelai hasil pertanian alami jauh lebih
menyehatkan tidak hanya bagi tubuh, tetapi bagi ekosistem pertanian kita.
Langkah awal untuk membuat bangsa ini berdaulat makan tempe, bisa menjadi
langkah besar menjadi bangsa berdaulat pangan lebih luas lagi. Dan Pemerintah
harus memberikan HAKI terdahap tempe agar tempe masih bisa dinikmati oleh warga
Indonesia dan para pedagang tempe masih bisa berjualan.
Sumber:
http://kompas.com/wartakota/0002/15/08.html
http://kompas.com/wartakota/0002/15/08.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar