cursors

Text Select - Hello Kitty

Sabtu, 09 Maret 2013

#TGS1 Perekonomian Indonesia - Perdagangan Bebas antara Indonesia dengan China

Artikel: PERDAGANGAN INDONESIA-CHINA
KOMPAS.com - Sejak disepakatinya perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) dimulai tanggal 1 Januari 2010, produk jadi dari China membanjiri pasar domestik. Kawasan perdagangan baru mulai bermunculan dan kawasan perdagangan lama juga ikut ramai. Organisasi Perdagangan Dunia mengatakan, setidaknya sekitar 400 kawasan perdagangan beroperasi pada tahun 2010. Hal ini menjadikan langkah awal menuju perdagangan global liberalisasi yang luas. Setelah satu tahun disepakatinya perdagangan bebas ACFTA ini, neraca perdagangan Indonesia-China menunjukkan nilai surplus bagi China. Namun begitu, Indonesia masih mempunyai peluang untuk surplus asalkan ada upaya-upaya nyata dari pemerintah untuk mendongkrak ekspor barang jadi ke China.

Duta Besar Republik Indonesia untuk China Imron Cotan mengatakan, walaupun Indonesia mengalami defisit, tapi peluang untuk surplus masih ada, mengingat pasar di China sangat besar. ”Selama ini ekspor yang kita lakukan ke China masih berupa energi dan minyak serta bahan baku. Belum banyak produk yang kita bisa ekspor ke China, terutama hasil perkebunan dan buah-buahan, karena mereka miskin akan sumber daya alam,” kata Imron di Beijing, Kamis (13/1/2011).

Hingga akhir 2010, tercatat neraca perdagangan Indonesia-China berada dalam posisi 49,2 miliar dollar AS dan 52 miliar dollar AS. Artinya, barang Indonesia yang diekspor ke China nilainya 49,2 miliar dollar AS, sedangkan barang China yang diekspor ke Indonesia nilainya 52 miliar dollar AS. Neraca perdagangan Indonesia defisit sekitar 2,8 miliar dollar AS. Namun, Imron menambahkan, neraca ini berdasarkan catatan China.

Sedangkan menurut catatan Indonesia, defisit yang dialami Indonesia sebenarnya sekitar 5 miliar-7 miliar dollar AS. ”Perhitungan di Indonesia hanya mencatat FOB, harga barang saja. Sedangkan China juga menghitung ongkos kirim dan asuransi. Tidak ada yang salah dengan perhitungan ini karena kita hanya menjual barang tanpa mau mengurus ongkos kirim hingga barang selamat sampai di tempat. China mendapatkan keuntungan lebih dari ongkos kirim ini,” papar Imron. Imron menjelaskan, ketika ACFTA ini belum dijalankan, posisi neraca perdagangan Indonesia-China adalah surplus untuk Indonesia. Namun, nilai transaksinya masih sangat kecil. Pada 2009, impor China dari Indonesia sebesar 17,1 miliar dollar AS, sedangkan impor Indonesia dari China sebesar 13 miliar dollar AS. 

Jika dilihat dari nilai, setelah ACFTA nilai transaksi justru melambung secara signifikan. ”Potensi investasi yang bisa dikembangkan oleh Indonesia adalah pembangunan infrastruktur, manufaktur bahan baku industri unggulan, pengolahan sumber daya alam, dan sebagainya,” kata Edi.


Menurut Pendapat/Pandangan saya:
Dari artikel di atas pendapat saya,
Tidak setuju walaupun Indonesia mempunyai sedikit peluang untuk surplus (kelebihan), karena bagaimana pun juga negara kita akan mengalami defisit (kerugian) yang besar karena kualitas barang yang dihasilkan oleh China lebih bagus dan lebih terjangkau (murah) harganya sehingga konsumen lebih tertarik dengan barang tersebut dibanding dengan barang buatan kita sendiri (lokal) atau secara tidak langsung dapat menghancurkan produk dalam negeri. Untuk itu agar tidak kalah saing dengan China, Indonesia harus mampu meningkatkan daya saing. Faktor utama penyebab rendahnya daya saing Indonesia dengan negara lain adalah tingginya harga bahan baku dan energi, ketidakstabilan, rendahnya pasokan komponen dan yang paling sulit faktor pemodalan.

Selain itu, perdagangan bebas akan mempersempit lapangan pekerjaan karena industri kecil akan gulung-tikar akibat kalah bersaing dengan industri asing dan para pekerja akan mengalami PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), sehingga para pekerja akan kehilangan mata pencaharian dan banyak terjadi pengangguran.

Peran pemerintah tidak cukup mampu untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia. Ketidaksanggupan berupa penyediaan infrastrukstur, pembiayaan, dan ketersediaan energi. Maka dari itu yang seharusnya pemerintah lakukan ialah pemerintah tidak menghapus subsidi bagi para petani, dikarenakan untuk membantu para petani agar bisa bersaing dengan negara lain. Dalam mendukung industri dalam negeri, pemerintah juga harus memperbaiki infrastruktur dan membuat kebijakan yang mampu melindungi produk dalam negeri. Karena dengan kehadiran barang China akan mengancam kelangsungan industri lokal (seperti yang saya ungkapkan di atas).

Atau menggunakan upaya lain dengan cara melakukan perjanjian ulang dengan China, seperti yang pernah dilakukan oleh AS dengan China dimana meminta negara tersebut secara sukarela untuk membatasi ekspor ke Indonesia agar diharapkan akan terjadi keseimbangan terhadap perdagangan antara Indonesia dan China.

Untuk itu agar produk ekspor tidak banyak di Indonesia terutama barang dari China, kita harus meningkatkan kualitas yang baik dan bermutu, serta dengan harga yang relatif terjangkau supaya konsumen kita sendiri mempunyai kepuasan tersendiri dengan barang buatan dalam negeri. Pemerintah juga ikut berperan aktif untuk mencegah atau membatasi barang ekspor masuk ke Indonesia baik yang legal maupun ilegal. Kalopun ada barang ilegal yang masuk ke Indonesia dengan gampang/mudahnya, pemerintah harus memberikan sanksi dan hukuman yang berat, agar negara kita tidak dipandang oleh negara lain sebagai negara yang gampangan karena dengan mudahnya keluar-masuknya barang tanpa ijin dari pihak/aparat yang berwenang. Dengan seperti itu lambat-laun produk dalam negeri sendiri akan terus diminati oleh masyarakat, tanpa melihat produk asing lagi.