cursors

Text Select - Hello Kitty

Kamis, 24 Desember 2015

Chapter 4

Berakhirnya Kasus Enron. Berakhirnya kasus Enron menimbulkan adanya perubahan dari segi hukum di Amerika. Presiden Bush mengesahkan Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh anggota senat Paul
Sarbanes dan Michael Oxley pada tanggal 30 Juli 2002. Ikthisar Sarbanes Oxley act 2002 adalah:
1. Memberi kejelasan dan kepastian atas: Dewan pengawas Independen yang bertugas sepenuhnya untuk mengawasi pelaku pasar modal. Dewan ini akan diawasi SEC.
2. Menetapkan tanggung jawab baru terhadap komite audit
dan pejabat perusahaan.
3. Menetapkan aturan dan keharusan baru untuk pelaporan perusahaan.
4. Mendefinisikan jasa non Audit yang dapat diberikan oleh KAP kepada Klien Audit yaitu
melarang KAP melakukan 8 jenis jasa audit kepada klien audit : pembukuan, design dan
sistem informasi keuangan, jasa penilai, jasa aktuaris, outsorcing jasa internal audit, fungsi
management SDM, broker pialang atau penasehat investasi, jasa hukum dan jasa professional
lainnya yang tidak berhubungan dengan audit.
5. Memperberat hukuman atas kecurangan yang dilakukan perusahaan
6. Mengharuskan adanya peraturan yang mengatur benturan kepentingan
7. Meningkatkan secara signifikan tanggung jawab dan anggaran SEC
8. Mengijinkan pemberian jasa lainnya dengan persetujuan terlebih dahulu dari komite audit


Dampak Kasus Enron. Dampak bagi Enron yaitu Enron mengalami kebangkrutan dengan meninggalkan hutang hampir senilai US $ 31,2 milyar. Serta sertifikat saham mereka tak memiliki nilai sehingga para investor tidak tertarik untuk menanamkan modalnya di Enron lagi. Dampak bagi Seluruh Manajemen Perusahaan di Amerika yaitu dengan diterbitkan Undang-Undang Sarbanes Oxley, maka dampaknya bagi manajemen adalah : (1) Mengharuskan adanya sertifikasi CEO/CFO atas laporan berkala yang disampaikan SEC; (2) Setiap laporan tahunan diharuskan untuk melampirkan laporan dari management mengenai penaksiran internal control; (3) Auditor independent diharuskan melakuakan atestasi dan melaporkan penaksiran manajemen; (4) Pengungkapan yang harus dilakukan antara lain : a. Keharusan bagi direktur, pejabat perusahaan dan pihak yang memiliki saham perusahaan dengan jumlah minimum 10% untuk menyampaikan perubahan ekuitas yang dimiliki; b. Pengungkapan tambahan untuk keuangan off balance sheet dan kontijensi; c.Pengungkapan oleh perusahaan secara real time.

Dampak bagi KAP Arthur Andersen. Arthur Andersen yang dianggap turut campur tangan dalam kasus kebangkrutan Enron juga terkena imbasnya. Member Arthur Andersen di beberapa negara seperti, Jepang dan Thailand, telah membuat kesepakatan merger dengan KPMG, Australia dan Selandia Baru dengan Ernst & Young, dan Spanyol dengan Deloitte Touche Tohmatsu. Di Amerika sendiri, aktivitas seluruh member Andersen dibekukan pemerintah. Akibatnya, menurut Asian Wall Street Journal klien-klien Andersen LLP beralih ke berbagai auditor. Antara lain Delotte and Touche (10%), KPMG (11%), PriceWaterhouseCooper (20%), dan Ernst & Young (28%). Dan yang berpindah ke auditor-auditor kecil lainnya atau mengaku belum tahu berpindah kemana sebanyak 40 persen. Hal ini menunjukkan bahwa KAP Andersen terus menerima konsekwensi negatif dari kasus Enron berupa kehilangan klien, pembelotan afiliasi
yang bergabung dengan KAP yang lain dan pengungkapan yang meningkat mengenai keterlibatan pegawai KAP Andersen dalam kasus Enron.


Dampak bagi Akuntan Publik. Setelah kasus Enron berakhir, pemerintah Amerika menerbitkan Undang-Undang Sarbanes Oxley yang berdampak bagi akuntan publik. Dampak tersebut antara lain : (1) Membentuk Public Accounting Oversight Board (PCAOB) yang bertujuan untuk mengawasi audit atas perusahaan publik dan melindungi kepentingan investor; (2) Melarang jasa non audit- Hukum secara spesifik telah melarang KAP untuk melakukan 8 jenis jasa non Audit; (3) Perputaran partner- pemimpin (Lead ) atau coordinating partner audit atau concurring reviewer tidak dapat memberikan jasa audit kepada klien yang sama lebih dari 5 tahun berturut-turut; (4) Laporan kepada komite audit – Auditor diharuskan untuk melaporkan kepada komite audit perihal semua kebijakan akuntasi yang berlaku, perlakuan informasi keuangan dan informasi penting lainnya yang telah didiskusikan dengan management; (5) Penugasan auditor dibutuhkan 1 tahun cooling of period.

Dampak bagi Perekonomian di Amerika. Akibat kebangkrutan Enron pada tahun 2001 sedikitnya 4.000 tenaga kerja kini menjadi pengangguran. Kolapsnya Enron juga mengguncang neraca keuangan para kreditornya yang telah mengucurkan milyaran dolar (JP Morgan Chase dan Citigroup adalah dua kreditor
terbesarnya). Para karyawan Enron dan investor kecil-kecilan juga dirugikan karena simpanan hari tua mereka yang musnah. Sebagian besar dana pensiun dan tabungan 20.000 karyawan Enron terikat dalam saham yang kini tanpa nilai. Banyak lembaga keuangan internasional juga ikut menderita kerugian akibat bangkrutnya Enron, sehingga membuat mereka semakin berhati-hati dalam membidik peluang investasi.


Kesimpulan. Enron merupakan salah satu perusahaan terbesar di Amerika yang mengalami kebangkrutan pada bulan desember 2001 karena sistem akuntansi internal perusahaan. Untuk memenuhi persyaratan Moody’s dan S&P, Enron diwajibkan untuk menjaga leverage rationya tetap stabil. Namun pada kenyataannya, Enron telah gagal meningkatkan credit ratingnya sehingga terpaksa merekayasa laporan keuangan dengan menyembunyikan kerugian dan memperbesar laba. Hal ini juga dimaksudkan agar investor semakin tertarik untuk menanamkan modalnya pada saham Enron. Sebagai perusahaan terbuka, pembukuan Enron wajib diperiksa oleh auditor independen. Dan Arthur Andersen adalah salah satu KAP terbesar di Amerika, yang saat itu menangani pemeriksaan keuangan Enderson. Sebagai salah satu KAP terbaik di Amerika, seharusnya Arthur Andersen menjunjung tinggi kode etik profesi akuntan, salah satunya mengungkap jika ada ketidakwajaran dalam laporan keuangan perusahaan. Namun, Arthur Andersen justru melanggarnya dengan membantu Enron untuk menyusun rekayasa pembukuan kreatif yang merugikan banyak pihak.

Enron dan KAP Arthur Andersen sudah melanggar kode etik yang seharusnya menjadi pedoman dalam melaksanakan tugasnya dan bukan untuk dilanggar. Yang menyebabkan kebangkrutan dan keterpurukan pada perusahaan Enron adalah Editor, Arthur Andersen (satu dari lima perusahaan akuntansi terbesar) yang merupakan kantor akuntan Enron. Keduanya telah bekerja sama dalam memanipulasi laporan keuangan sehingga merugikan berbagai pihak baik pihak eksternal seperti para pemegang saham dan pihak internal yang berasal dari dalam perusahaan enron. Enron telah melanggar etika dalam bisnis dengan tidak melakukan manipulasi-manipulasi guna menarik investor. Sedangkan Arthur Andersen yang bertindak sebagai auditor pun telah melanggar etika profesinya sebagai seorang akuntan. Arthur Andersen telah melakukan “kerjasama” dalam memanipulasi laporan keuangan enron. Hal ini jelas Arthur Andersen tidak bersikap independent sebagaimana yang seharusnya sebagai seorang akuntan.

Referensi :
http://id.scribd.com/doc/260480656/MAKALAH-KASUS-ENRON-pdf#scribd
http://amaliamel2.blogspot.co.id/2012/10/kasus-enron.html
http://amaliamel2.blogspot.co.id/2012/10/kasus-enron.html

Chapter 3

Pelanggaran yang dilakukan Enron. Untuk memenuhi persyaratan Moody’s dan S&P s, Enron menjaga leverage rationya. Kegagalan untuk meningkatkan credit rating nya mendorong Enron untuk meningkatkan margin dengan memperbesar paper profit dan penurunan nilai assets ditransfer ke Special Purpose Vehicle (SPV). Untuk meningkatkan modal dan melindungi risiko, Enron memanfaatkan SPV, bekerjasama dengan pihak luar sebagai “ keranjang sampah” untuk menambah Assetsdan Liabilities, termasuk tempatpembuangan asset yang mengalami penurunan nilai, lindung nilai untuk meng-offset kerugian Enron dan memanfaatkan derivatives. Karena tidak dikonsolidasikan, maka laporan keuangan Enron tidak terganggu. Kerugian yang diderita SPV tertutup dengan saham Enron. Tiga dari 2000 SPV dipimpin Festow dari 1999 sampai July 2001, membayar Festow lebih dari $ 30 juta untuk management fees. Jauh lebih besar dari pendapatannya di Enron 9 dengan persetujuan top management dan BOD Enron. Suatu SPV juga melakukan investasi ke SPV lain. November 2001, 75% saham di Mariner Engine Inc. meningkat menjadi $ 350 Juta, hampir 2 kali lipat nilai initial investment. Penilaian deposito deep well oil reserve, long term future contracts dan derivatives yang tidak memiliki quoted market pricemembuka peluang untuk windows dressing melalui discretionary valuation models sesuai dengan metode dan asumsi yang digunakan.

Peranan Arthur Andersen. Pada bulan september 2001, pemerintah mulai mencium adanya ketidakberesan dalam laporan pembukuan Enron. Satu bulan kemudian, Enron mengumumkan kerugian sebesar $ 600 juta dan nilai asset Enron menyusut $ 1,2 triliun. Pada laporan keuangan yang sama diakui, bahwa selama tujuh tahun terakhir, Enron selalu melebih-lebihkan laba bersih mereka. Akibat laporan mengejutkan ini, nilai saham Enron mulai turun drastis dan saat Enron mengumumkan bahwa perusahaan harus gulung tingkar, 2 Desember 2001, harga saham Enron hanya 26 sen. Hukum perusahaan Amerika menyatakan bahwa setiap perusahaan terbuka Amerika, harus diperiksa pembukuannya oleh auditor independen dari Certified Public Accounting Firm. Tidak jarang, akuntan publik menerima uang lebih banyak dari jasa konsultasi daripada jasa audit, seperti kasus Enron di mana Arthur Andersen menerima $ 27 juta dari konsultasi dan $ 25 juta dari audit. Akibatnya, timbul kesangsian akan kejujuran dan kejernihan dari laporan audit mereka terhadap pumbukuan Enron. Yang lebih mengejutkan dunia akuntan adalah peristiwa penghancuran dokumen yang dilakukan oleh David Duncan, ketua partner dari Arthur Andersen untuk Enron.

Panik karena menerima undangan untuk diminta kesaksiannya di Dewan Perwakilan Rakyat Amerika (Congress), Duncan memerintahkan anak buahnya untuk menghancurkan ratusan kertas kerja (work papers) dan e-mail yang berhubungan dengan Enron. Kertas kerja adalah dukumen penting dalam dunia profesi
akuntan yang berhubungan dengan laporan keuangan dari klien. Secara umum, setiap kertas kerja,
komunikasi dan laporan keuangan harus di dokumentasikan dengan baik selama 6 tahun. Baru setelah
6 tahun, dokumen tersebut bisa dihancurkan. Peristiwa penghancuran dokumen ini memberi keyakinan pada publik dan kongres bahwa Arthur Andersen sebenarnya mengetahui bisnis buruk dari Enron, tetapi tidak mau mengungkapkannya dalam laporan audit mereka, karena takut kehilangan Enron sebagai klien.

Peranan Gedung Putih. Yang menambah kompleks kasus Enron ini adalah keterlibatan Gedung Putih. Sejak tahun 1989, Enron "menyumbang dana" pada Washington sebesar $ 5,7 juta, dengan pembagian $ 4,1 juta untuk Partai Republik dan sisanya untuk golongan yang lain. Lebih lanjut, seperti yang diketahui publik sekarang ini, hubungan Presiden George W. Bush dengan Kenneth Lay, Komisaris dan Chief Executive Officer Enron sangatlah mesra. Ken Lay adalah kontributor terbesar selama kampanye kepresidenan dengan menyumbang sebesar $ 625.000 menyebabkan President Bush memanggil Ken Lay dengan nama kesayangan, "Kenny Boy." Lalu darimana Enron mengalokasikan dana sebanyak itu untuk disumbangkan kepada calon presiden dan partainya? Jawabannya terletak pada kompleksitas hukum perpajakan Amerika.

Selama lima tahun terakhir, walaupun memiliki laba bersih miliaran dolar, Enron tidak membayar pajak sepeser pun. Hukum perpajakan Amerika menegaskan bahwa stock option atau opsi kepemilikan perusahaan bisa dikategorikan sebagai "gaji/upah" pegawai. Karena Enron selama ini memberikan bonus dan kompensasi kepada pegawainya dalam bentuk stock option, maka walau dalam bentuk fisik hanyalah kertas, Enron mampu mengurangi nilai laba mereka dengan nilai opsi tersebut di pasar bebas.Bila keuntungan Enron dikurangi dengan nilai opsi tersebut, maka sebagai hasil akhir Enron tidak memiliki laba sama sekali dan perusahaan yang tidak memiliki laba tidak diwajibkan untuk membayar pajak. Lebih buruk lagi, Enron memiliki lebih dari 90 perusahaan off shore atau perusahaan yang didirikan di negara kepulauan yang bebas pajak atau berpajak rendah yang tujuan utamanya untuk memindahkan pendapatan dari Amerika ke negara kepulauan tersebut.

Teori Fraud. Menurut teori Fraud ada 3 komponen utama yang menyebabkan orang melakukan kecurangan, menipulasi, korupsi dan sebangsanya (perilaku tidak etis) : yaitu opportunity, pressure dan rationalization. Ketiga faktor tersebut akan dapat diminimalisir dengan meningkatkan moral, akhlak, etika, perilaku, prinsip kejujuran dan lain sebagainya. Karena kita meyakini bahwa tindakan yang bermoral akan memberikan implikasi terhadap kepercayaan publik (public trust). Dengan menjalankan bisnis yang sehat dan beretika, maka publik akan menaruh kepercayaan kepada kita. Praktik bisnis Enron yang menjadikannya bangkrut dan hancur serta berimplikasi negatif bagi banyak pihak. Pihak yang dirugikan dari kasus ini tidak hanya investor Enron saja, tetapi terutama karyawan Enron yang menginvestasikan dana pensiunnya dalam saham perusahaan serta investor di pasar modal pada umumnya (social impact).

Milyaran dolar kekayaan investor terhapus seketika dengan meluncurnya harga saham berbagai perusahaaan di bursa efek. Jika dilihat dari Agency Theory, Andersen sebagai KAP telah menciderai kepercayaan dari pihak stock holder atau principal untuk memberikan suatu fairrness information mengenai pertanggungjawaban dari pihak agent dalam mengemban amanah dari principal. Pihak agent dalam hal ini manajemen Enron telah bertindak secara rasional untuk kepentingan dirinya (self interest oriented) dengan melupakan norma dan etika bisnis yang sehat.

Milyaran dolar kekayaan investor terhapus seketika dengan meluncurnya harga saham berbagai perusahaaan di bursa efek. Jika dilihat dari Agency Theory, Andersen sebagai KAP telah menciderai kepercayaan dari pihak stock holder atau principal untuk memberikan suatu fairrness information mengenai pertanggungjawaban dari pihak agent dalam mengemban amanah dari principal. Pihak agent dalam hal ini manajemen Enron telah bertindak secara rasional untuk kepentingan dirinya (self interest oriented) dengan melupakan norma dan etika bisnis yang sehat. Lalu apa yang dituai oleh Enron dan KAP Andersen dari sebuah ketidak jujuran, kebohongan atau dari praktik bisnis yang tidak etis? adalah hutang dan sebuah kehancuran yang menyisakan penderitaan bagi banyak pihak disamping proses peradilan dan tuntutan hukum.

Referensi :
http://id.scribd.com/doc/260480656/MAKALAH-KASUS-ENRON-pdf#scribd
http://amaliamel2.blogspot.co.id/2012/10/kasus-enron.html
http://amaliamel2.blogspot.co.id/2012/10/kasus-enron.html

Tugas 11 : Perkembangan Etika Bisnis Pada Abad 21

Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.

Dalam menciptakan etika bisnis, Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pengendalian Diri; artinya, pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masing – masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun.
2. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility); artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda.
3. Mempertahankan Jati Diri; mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang - ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis.
4. Menciptakan Persaingan yang Sehat; persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya.
5. Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan”; dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang.
Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar; artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah.
6.   Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha; untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan.
7. Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan main Bersama; Seandainya semua etika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu semi satu.
8. Memelihara Kesepakatan; memelihara kesepakatan atau menumbuh kembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis.
9. Menuangkan ke dalam Hukum Positif; perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi Peraturan Perundang - Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah.

Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.

Aspek-aspek dalam etika bisnis sebelum membahas tentang pelanggaran etika bisnis. Aspek pertama yang ada dalam etika berbisnis adalah transaksi bisnis. Seperti kita tahu bahwa inti dari kemitraan bisnis sebenarnya adalah translasi bisnis. Hal inilah yang membuat komunitas pebisnis terus tumbuh dan interaksi bisnis tetap berjalan. Namun sayangnya pelanggaran etika dalam berbisnis juga banyak disumbang oleh aspek yang satu ini. Penipuan dam transaksi bisnis ditambah transaksi bisnis yang tak transparan membuat etika yang seharusnya dihormati menjadi tercoreng. Hal ini tentu akan membuat hubungan bisnis menjadi kurang sehat dan bahkan ada pak yang dirugikan. Jika hal tersebut sampai terjadi maka bisnis tersebut sudah mengarah ke kriminalitas yang bisa merugikan.

Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pebisnis dilatarbelakangi oleh berbagai hal. Salah satu hal tersebut adalah untuk mencapai keuntungan yang sebanyak-banyaknya, tanpa memikirkan dampak buruk yang terjadi selanjutnya. Faktor lain yang membuat pebisnis melakukan pelanggaran antara lain :
1) Banyaknya kompetitor baru dengan produk mereka yang lebih menarik
2) Ingin menambah pangsa pasar
3) Ingin menguasai pasar.

Dari ketiga faktor tersebut, faktor pertama adalah faktor yang memiliki pengaruh paling kuat. Untuk mempertahankan produk perusahaan tetap menjadi yang utama, dibuatlah iklan dengan sindiran-sindiran pada produk lain. Iklan dibuat hanya untuk mengunggulkann produk sendiri, tanpa ada keunggulan dari produk tersebut. Iklan hanya bertujuan untuk menjelek-jelekkan produk iklan lain. Gwynn Nettler dalam bukunya Lying, Cheating and Stealing memberikan kesimpulan tentang sebab-sebab seseorang berbuat curang, yaitu :
1) Orang yang sering mengalami kegagalan cenderung sering melakukan kecurangan.
2) Orang yang tidak disukai atau tidak menyukai dirinya sendiri cenderung menjadi pendusta.
3) Orang yang hanya menuruti kata hatinya, bingung dan tidak dapat menangguhkan keinginan memuaskan hatinya, cenderung berbuat curang.
4) Orang yang memiliki hati nurani (mempunyai rasa takut, prihatin dan rasa tersiksa) akan lebih mempunyai rasa melawan terhadap godaan untuk berbuat curang.
5) Orang yang cerdas (intelligent) cenderung menjadi lebih jujur dari pada orang yang dungu (ignorant).
6) Orang yang berkedudukan menengah atau tinggi cenderung menjadi lebih jujur.
7) Kesempatan yang mudah untuk berbuat curang atau mencuri, akan mendorong orang melakukannya.
8) Masing-masing individu mempunyai kebutuhan yang berbeda dan karena itu menempati tingkat yang berbeda, sehingga mudah tergerak untuk berbohong, berlaku curang atau menjadi pencuri.

Etika bisnis dapat dikatakan baru berkembang dalam satu dua dasawarsa terakhir ini. Jika dibandingkan dengan etika khusus lainnya sebagai cabang etika terapan, seperti etika politik, dan kedokteran, etika bisnis dirasakan masih sangat baru. Dengan semakin gencarnya pembicaraan mengenai etika bisnis di masyarakat bersama dengan hidupnya kegiatan bisnis di negera kita, mulai disadari bahwa etika bisnis perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar, khususnya dalam kerangka perilaku bisnis di Indonesia.

Disadari bahwa tuntutan dunia bisnis dan manajemen dewasa ini semakin tinggi dan keras yang mensyaratkan sikap dan pola kerja yang semakin profesional. Persaingan yang makin ketat juga juga mengharuskan pebisnis dan manajer untuk sungguh-sungguh menjadi profesional jika mereka ingin meraih sukses. Namunyang masih sangat memprihatinkan di Indonesia adalah bahwa profesi bisnis belum dianggap sebagai profesi yang luhur. Hal ini disebabkan oleh pandangan masyarakat yang menganggap bahwa bisnis adalah usaha yang kotor. Itulah sebabnya bisnis selalu mendapatkan konotasi jelek, sebagai kerjanya orang-orang kotor yang disimbolkan lintah darat yaitu orang yang mengeruk keuntungan secara tidak halal menghisap darah orang lain. Kesan dan sikap masyarakat seperti ini sebenarnya disebabkan oleh orang-orang bisnis itu sendiri yang memperlihatkan citra negatif tentang bisnis di masyarakat. Banyak pebisnis yang menawarkan barang tidak bermutu dengan harga tinggi, mengakibatkan citra bisnis menjadi jelek. Selain itu juga banyak pebisnis yang melakukan kolusi dan nepotisme dalam memenangkan lelang, penyuapan kepada para pejabat, pengurangan mutu untuk medapatkan laba maksimal, yang semuanya itu   merupakan bisnis a-moral dan tidak etis dan menjatuhkan citra bisnis di Indonesia.

Rusaknya citra bisnis di Indonesia tersebut juga diakibatkan adanya pandangan tentang bisnis di masyarakat kita, yaitu pandangan praktis-realistis dan bukan pandangan ideal. Pandangan praktis-realistis adalah pandangan yang bertumpu pada kenyataan yang berlaku umum dewasa ini. Pandangan ini melihat bisnis sebagai suatu kegiatan di antara manusia untuk memproduksi, menjual dan membeli barang dan jasa untuk memperoleh keuntungan. Pada pandangan ini ditegaskan secara jelas bahwa tujuan dari bisnis adalah mencari laba. Bisnis adalah kegiatan profit making, bahkan laba dianggap sebagai satu-satunya tujuan pokok bisnis. Dasar pemikiran mereka adalah keuntungan itu sah untuk menunjang kegiatan bisnis itu. Tanpa keuntungan bisnis tidak mungkin berjalan. Friedman dalam De George (1986) menyatakan bahwa dalam kenyataan keuntunganlah yang menjadi satu-satunya motivasi dasar orang berbisnis. Karena orang berbisnis inginmencari keuntungan, maka orang yang tidak mau mencari keuntungan bukan tempatnya di bidang bisnis. Inilah suatu kenyataan yang tidak bisa disangkal. Lain halnya dengan pandangan ideal, yaitu melakukan kegiatan bisnis karena dilatarbelakangi oleh idealisme yang luhur.

Menurut pandangan ini bisnis adalah suatu kegiatan di antara manusia yang menyangkut memproduksi, menjual dan membeli barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dasar pemikiran mereka adalah pertukaran timbal balik secara fair, di antara pihak-pihak yang teribat. Maka yang ingin ditegakkan adalah keadilan kumulatif dan keadilan tukar – menukar yang sebanding. Konosuke Matsushita dalam Lee dan Yoshihara (1997) yang menyatakan bahwa tujuan bisnis sebenarnya bukanlah mencari keuntungan, melainkan untuk melayani masyarakat. Sedangkan keuntungan adalah simbol kepercayaan masyarakat atas kegiatan bisnis yang kita lakukan. Fokus perhatian bisnis adalah memberi pelayanan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan kita akan memperoleh keuntungan dari pelayanan tersebut. Pandangan bisnis ideal semacam ini, bisnis yang baik selalu memiliki misi tertentu yang luhur dan tidak sekedar mencari keuntungan. Misi itu adalah meningkatkan standar hidup masyarakat, dan membuat hisup manusia menjadi lebih manusiawi melalui pemenuhan kebutuhan secara etis.

Melihat pandangan bisnis di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa etika bisnis di Indonesia masih jelek. Citra jelek tersebut disebabkan oleh pandangan pertama yang melihat bisnis hanya sebagai sekedar mencari keuntungan. Tentu saja mencari keuntungan sebagaimana dikatakan di atas. Hanya saja sikap yang timbul dari kesadaran bahwa bisnis hanya mencari keuntungan telah mengakibatkan perilaku yang menjurus menghalalkan segala cara demi mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa mengindahkan nilai-nilai manusiawi lainnya seperti adanya persaingan tidak sehat, monopoli, kecurangan, pemalsuan, eksploitasi buruh dan sebagainya. Keuntungan adalah hal yang baik dan perlu untuk menunjang kegiatan bisnis selanjutnya, bahkan tanpa keuntungan, misi luhur bisnis pun tidak akan tercapai. Persoalan dihadapi di sini adalah bagaimana mengusahakan agar keuntungan yang diperoleh itu wajar-wajar saja, karena yang utama adalah melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat dengan tidak merugikan pihakpihak yang terkait dalam bisnis ini. Perkembangan etika bisnis di Indonesia yang demikian itu, nampaknya hingga sekarang masih jauh dari harapan.

Referensi :
https://id.wikipedia.org/wiki/Etika_bisnis
http://www.slideshare.net/ahmadfajarjabrik/isi-makalah-etika-bisnis
http://radensanopaputra.blogspot.co.id/2013/10/etika-bisnis.html
http://bisnisi.com/pelanggaran-etika-bisnis-masa-sekarang/
Pengantar Etika Bisnis  By Prof. Dr. Kees Bertens, MSC.

Minggu, 20 Desember 2015

Tugas 10 : Contoh Kasus Perusahaan di Indonesia yang Mengalami Manajemen Krisis Disebabkan Bencana Alam


Krisis
Banyak faktor yang menyebabkan suatu perusahaan mengalami krisis di dalam manajemennya. Krisis merupakan suatu kejadian besar dan tidak terduga yang memiliki potensi untuk berdampak negatif maupun positif. Kejadian ini bisa menghancurkan organisasi dan karyawan, produk, jasa, kondisi keuangan dan reputasi. Faktor – faktor penyebab krisis ada 9 yaitu :
1.      Krisis karena bencana alam
2.      Krisis karena kecelakaan industri
3.      Krisis karena produk yang kurang sempurna
4.      Krisis karena persepsi publik
5.      Krisis karena hubungan kerja yang buruk
6.      Krisis karena kesalahan strategi bisnis
7.      Krisis karena terkait masalah kriminal
8.      Krisis karena pergantian manajemen
9.      Krisis karena persaingan bisnis

Manajemen Krisis
Manajemen krisis merupakan proses perencanaan strategis terhadap krisis atau titik balik negatif, sebuah proses yang mengubah beberapa resiko dan ketidakpastian dari keadaan negatif dan berusaha agar organisasi dapat mengendalikan sendiri aktivitasnya. Manajemen krisis yang efektif tidak hanya meredakan atau mengakhiri krisis tapi juga ada kalanya dapat memberikan organisasi reputasi yang lebih positif dari sebelum terjadi krisis.

Kasus Krisis Karena Bencana Alam
Meletusnya Gunung Merapi pada tahun 2010. Letusan ini merupakan letusan yang lebih dahsyat dibandingkan dengan letusan – letusan sebelumnya. Dengan adanya bencana tersebut, menyebabkan terjadinya penurunan jumlah pengunjung di beberapa tempat wisata di Yogyakarta. Gembira Loka Zoo merupakan salah satu sektor pariwisata di Yogyakarta yang merasakan krisis akibat bencana alam ini pada tahun 2010. Salah satu tempat wisata andalan yang berlokasi di Jalan Kebun Raya No. 2 – Yogyakarta (55171), sempat mengalami penrurunan jumlah pengunjung. Dapat terlihat adanya penurunan jumlah pengunjung terhitung dari bulan Oktober 2010. Erupsi merapi yang terjadi pada bulan September – Oktober 2010 sedikitnya berdampak bagi Gembira Loka Zoo. Pada bulan September 2010 jumlah pengunjung Gembira Loka Zoo mencapai angka 136.205 jiwa. Di bulan Oktober dimana erupsi masih terjadi jumlah pengunjung menurun hingga 53.238 jiwa. Walaupun erupsi merapi sudah mereda, namun efek yang ditimbulkan masih berdampak. Hal ini terlihat dengan semakin menurunya jumlah pengunjung hingga 19.967 jiwa. Baru di bulan Desember, usaha pengembalian citra dilakukan Gembira Loka Zoo membuahkan hasil. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah pengunjung hingga 88.732 jiwa dan tetap dipertahankan hingga awal tahun 2011. Adanya usaha pemulihan yang dilakukan oleh pihak Gembira Loka Zoo terlihat dalam  perbandingan jumlah pengunjung pada tahun dimana bencana itu terjadi yaitu tahun 2010 dengan tahun 2011.

Analisis
Setiap perusahaan sebenarnya dapat mengalami krisis. Dan krisis yang dialami oleh Gembira Loka Zoo disebabkan karena bencana alam. (Afdhal, 2008:102) Untuk mengubah krisis menjadi peluang diperlukan persiapan yang matang, termasuk peningkatan kemampuan staff, implementasi dari rencana harus didesain dengan baik. 
Menurut pendapat saya : Dengan meningkatnya jumlah pengunjung pada tahun 2011 menandakan adanya upaya pemulihan yang dilakukan oleh pihak Gembira Loka Zoo. Dalam hal ini Humas yang berperan penting (sebagai tekinis maupun manajer), sangat berpengaruh pada setiap pengambilan keputusan dalam upaya manajemen krisis yang terjadi di Gembira Loka Zoo dan sangat memberi andil besar dalam usaha penanggulangan krisis, serta berperan dalam mengelola manajemen krisis untuk mengembalikan citra perusahaan dalam meningkatkan pengunjung pasca erupsi merapi tahun 2010. Sehingga bagi Gembira Loka Zoo, sebaiknya dilakukan pembagian – pembagian tugas atau pengelompokkan – pengelompokan divisi penangan krisis darurat, agar krisis lebih efektif lagi dalam menanggulanginya dan lebih cepat pulih.

Referensi :
Afdhal, Ahmad Fuad. 2008. Tips & Trik Public Relation. Jakarta : Gramedia
https://www.google.com/url?url=https://forumkuliah.wordpress.com/2009/01/20/definisi-krisis.html
http://www.google.com/url?url=http://kbbi.web.id.html
http://repository.upnyk.ac.id/1302/1/SKRIPSI.pdf

Tugas 9 : Contoh Kasus Whistle Bowling di Indonesia


Pengertian
Whistle Blowing merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang karyawan untuk membocorkan kekurangan yang dilakukan oleh perusahaan atau atasannya kepada pihak lain. Whistle blowing berkaitan dengan kecurangan yang merugikan perusahaan sediri maupun pihak lain. Whistle bowing dibedakan menjadi 2 yaitu :
1.      Whistle blowing internal
terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan yang dilakukan karyawan kemudian melaporkan kecurangan tersebut kepada atasannya.
2.      Whistle blowing eksternal
terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan lalu membocorkannya kepada masyarakat karena kecurangan itu akan merugikan masyarakat.
Dalam whistle blowing melibatkan 3 perkara yaitu :
1.      Seseorang melakukan aktivitas yang tidak beretika
2.      Orang yang melihat tingkah laku tersebut dan melaporkannya
3.      Orang yang menerima laporan salah satu pelaku tersebut

Contoh kasus
JAKARTA (Lampost.co): Pengaduan pelanggaran pegawai (whistleblowing) di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak kembali bertambah. Sejak awal tahun 2013 hingga saat ini, jumlah pelaporan pelanggaran pegawai pajak bertambah 55 kasus. "Pelanggarannya merupakan pelanggaran kode etik, dan kepatuhan," ujar Kepala Subdit Kepatuhan Internal dan Sumber Daya Aparatur (Kitsda) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Nany Nur Aini di kantor DJP, Jakarta (19-4).

Mengacu buku panduan kode etik pegawai DJP, yang dikeluarkan kementerian keuangan, pelanggaran kode etik menyangkut delapan hal. Pertama, bersikap diskriminatif dalam melaksanakan tugas. Kedua, menjadi anggota atau simpatisan partai. Ketiga, menyalahgunakan kewenangan jabatan baik langsung dan tidak langsung. Keempat, menyalahgunakan fasilitas kantor. Kelima, menerima segala pemberian dalam bentuk apapun baik langsung dan tidak langsung dari wajib pajak, sesama pegawai dan wajib pajak dan pihak lain.
Keenam, menyalahgunakan data atau informasi perpajakan. Ketujuh, melakukan perbuatan yang patut diduga dapat mengakibatkan gangguan kerusakan dan perubahan data pada sistem informasi milik ditjen pajak. Kedelapan, melakukan perbuatan tidak terpuji yang bertentangan dengan norma kesusilaan, dan dapat merusak citra dan martabat ditjen pajak. "Kami akan tindaklanjuti pelaporan tersebut, selalu ada saja pegawai yang nakal. Tapi kan proporsinya jauh, 1-3 pegawai dari 32 ribu pegawai pajak," ujar dia.

Dia menjelaskan pengaduan itu merupakan dampak penerapan Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-22/PJ/2011 tentang Kewajiban Melaporkan Pelanggaran dan Penanganan Pelaporan Pelanggaran (whistleblowing) di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
"Sepanjang 2011-2012 sudah ada 205 kasus. Sebanyak 151 kasus sudah diselesaikan dan sudah ada hasilnya," ujar Nany. Penyelesaian kasus itu, Nany melanjutkan, berupa teguran dan pemecatan bagi pegawai pajak yang terbukti melanggar kode etik. Namun, Nany enggan menjelaskan lebih rinci mengenai jenis-jenis pelanggaran yang ada dalam ratusan kasus itu. "Kami belum bisa menyebutkannya, karena itu bukan kewenangan kami," kata Nany.

Nany menambahkan, ada 94 kasus belum diselesaikan di tahun lalu, karena masih dalam proses penyelesaian. Menurut dia, penyelesaian kasus ini memang tidak bisa sebentar, karena harus mengumpulkan bukti-bukti dan data. "Memerlukan waktu yang lama," kata Nany. (MI/L-4)

Evaluasi
Berdasarkan kasus di atas mengenai pengaduan pelanggaran pegawai di lingkungan Direktorat Jendral Pajak (DJP). Menurut pendapat saya yaitu sebagai aparatur atau pegawai negara seharusnya mengurangi kejahatan/pelanggaran yang merugikan diri sendiri dan negara. Selain itu, mereka tidak sepatutnya melakukan tindakan yang melanggar hukum. Karena, pelanggaran yang mereka lakukan merupakan pelanggaran kode etik dan kepatuhan. Masih banyak yang harus dibenahi mengenai hukum perpajakan yang ada di Indonesia ini. Hal ini disebabkan karena kurang tegasnya pihak berwenang yang merupakan salah satu akibat dari terjadinya pelanggaran tersebut oleh orang yang tidak bertanggung jawab, selain itu lambatnya penyelesaian masalah pelanggaran tersebut sehingga masih banyak masalah yang menumpuk dan belum diselesaikan. Maka dari itu, masih banyak yang harus dibenahi mengenai hukum perpajakan di negara ini dan gunakan sistem whistle blowing di setiap lembaga negara atau pemerintahan agar dapat memberikan efek jera kepada para aparatur/pegawai yang melakukan pelanggaran tersebut.

Referensi :
https://www.google.com/url?url=https://id.wikipedia.org/wiki/
http://verafeberianisitorus.blogspot.co.id/2012/09/pengertian-whistle-blowing.html
http://www.metrotvnews.com/metronews/video/2013/05/17/1/177477/Ditjen-Pajak-Terapkan-Sistem-Whistle-Blowing
http://lampost.co/berita/2013-whistleblowing-di-djp-bertambah-55-kasus